translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

masa

Sunday, September 8, 2019

Interakasi Seorang Hamba Terhadap Rabb, Dirinya Dan Orang Lain

Interakasi Seorang Hamba Terhadap Rabb, Dirinya Dan Orang Lain

 

Naskah Hadits
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قاَلَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ اْلحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ." (رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح)
Dari Abu Dzarr, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, “Takutlah kepada Allah di manapun kamu berada dan iringilah (balaslah) keburukan dengan kebaikan niscaya dia akan menghapusnya serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR.at-Turmudzy, yang berkomentar: Hadîts Hasan Shahîh)

Takhrij Singkat

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Turmudzy yang menilainya Hasan, Imam Ahmad dan ad-Dârimy.

Namun di dalam sanadnya terdapat jalur yang terputus sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Rajab di dalam syarahnya.

Pesan Hadits

Di antara pesan hadits di atas:
1. Ia merupakan hadits yang amat agung kedudukannya dan padat maknanya karena mengandung prinsip-prinsip ba-gaimana berinteraksi dengan Allah dan juga dengan sesama makhluk.

2. Bertakwa kepada Allah merupakan wasiat orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian serta merupakan sebaik-baik wasiat yang harus dipesankan oleh seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu, ‘bertakwalah kepada Allah.’” (Q.s.,an-Nisâ`:131)

Makna Takwa adalah melakukan keta’atan dengan mengharap pahala dari Allah dan menjauhi berbuat maksiat kepada-Nya karena takut jatuh ke dalam siksa Allah.

Takwa artinya melakukan perintah Allah sehingga Dia tidak kehilanganmu kala memeintahkanmu dan menjauhkan larangan-Nya sehingga Dia tidak melihatmu kala melarang-mu.

Buah Ketakwaan Kepada Allah

3. Ketakwaan kepada Allah memiliki buah-buah yang amat besar baik di dunia maupun di akhirat, di antaranya:
a. Sebagai faktor keselamatan dari adzab Allah. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa.” (Q.s.,Maryam:72)

b. Sebagai faktor adanya pertolongan dan penjagaan Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s.,an-Nahl:128)

c. Sebagai faktor yang memastikan masuk surga. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai. Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (Q.s.,al-Qamar:54-55)

d. Merupakan salah satu faktor keterjagaan dari tipu daya musuh. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Jika kamu bersabar dan bertakwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu.”(Q.s.Ali ‘Imrân:120)

e. Sebagai faktor meraih rizki, baik dalam waktu yang cepat (segera) ataupun dalam waktu yang lambat (yang akan datang). Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”(Q.s.,ath-Thalâq:2,3)

f. Sebagai faktor keterhindaran dari mala bencana dan berbagai krisis. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (Q.s.,ath-Thalâq:2)

g. Termasuk salah satu dari penghapus dosa-dosa. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nsicaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.”(Q.s.,ath-Thalâq:5)

Faktor-Faktor Meraih Ketakwaan

4. Di antara faktor meraih ketakwaan kepada Allah adalah:
- Menghadirkan rasa takut kepada Allah baik secara ter-sembunyi maupun terang-terangan
- Mengamalkan hal-hal yang wajib
- Banyak berdoa
- Tidak bertransaksi dengan hal yang haram atau pun syubuhat

Al-Hasan al-Bashry berkata, “Ketakwaan masih tetap ada pada orang-orang yang bertakwa hingga mereka meninggalkan banyak hal-hal yang halal karena takut tergelincir ke dalam hal yang haram.”

Pesan-Pesan Lainnya

5. Manusia terkadang tergelincir, berbuat keliru, mengalami masa stagnan dalam berbuat baik atau teledor dalam melakukan hak Allah. Oleh karena itu, Allah telah menjadikan jalan bagi siapa saja yang mengalami hal demikian untuk merenungi apa yang telah terjadi, yaitu bersegera melakukan perbuatan baik. Alalh Ta’ala berfirman, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.”(Q.s.,Hûd:114). Perbuatan ta’at apa saja atas izin Allah dapat memecahkan gelapnya ke-maksiatan.

6. Islam sangat menggalakkan terjadinya hubungan sosial antar sesama manusia berdasarkan pergaulan yang baik dan akhlak yang mulia. Hal itu akan berdampak positif terhadap individu dan masyarakat. Oleh karena itu, banyak sekali nash-nash al-Qur’an maupun hadits yang menganjurkan agar berinteraksi melalui akhlak seperti ini. Allah Ta’ala berfirman, “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Q.s.,al-a’râf:199) dan firman-Nya, “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”(Q.s.,Fushshilat:34)

7. Seorang muslim wajib meneladani Rasulullah SAW., yang telah dijelaskan Allah sifatnya dalam firman-Nya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.s.,al-Qalam:4). Dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala telah memerintahkan agar meneladani beliau SAW., “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat.” (Q.s.,al-Ahzâb:21)

8. Sebaiknya seorang muslim berusaha mendapatkan akhlak yang baik dan berpekerti dengannya sebab ilmu hanya dapat diraih dengan belajar dan kelemahlembutan hanya dapat diraih dengan berlemahlembut. Dan, di antara penopangnya adalah membaca Kitabullah, bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauihi majlis-majlis yang tidak baik.

(SUMBER: Manâhij Dawrât al-‘Ulûm asy-Syar’iyyah -Fi`ah an-Nâsyi`ah, Hadîts- karya Prof.Dr.Fâlih bin Muhammad ash-Shagîr, et.ali., h.99-103)

 

Friday, September 6, 2019

Muraqabah Allah (Merasa Selalu Diawasi Allah)

Muraqabah Allah

 (Merasa Selalu Diawasi Allah)

 

Naskah Hadits
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً, فَقَالَ: يَا غُلاَمُ, إِنّي أُعَلّمُكَ كِلمَاتٍ: إِحْفَظِ الله يَحْفَظْكَ, إِحْفَظِ الله تجِدْهُ تجَاهَكَ, إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله, وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بالله, وَاعْلَمْ أَنّ الأُمّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ الله لَكَ, ولو اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرّوكَ إِلاّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ الله عَلَيْكَ, رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفّتِ الصّحُف». قال: هَذَا حَديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
 
Dari Ibn ‘Abbas RA., dia berkata, “Suatu hari aku berada di belakang Nabi SAW., lalu beliau bersabda, ‘Wahai Ghulam, sesungguhnya ku ingin mengajarkanmu beberapa kalimat (nasehat-nasehat), ‘Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at-Turmudzy, dia berkata, ‘Hadits Hasan Shahih’. Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad)

Urgensi Hadits

Al-Hafizh Ibn Rajab RAH., berkata, “Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan kaidah Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen. Saking urgennya, sebagian ulama pernah berkata, ‘Aku sudah merenungi hadits ini, ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat sia-sia. Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan kurang memahami maknanya.” (Lihat, Jaami’ al-‘Uluum, Jld.I, h.483)

Pesan-Pesan Hadits

1. Hadits di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi SAW., terhadap umatnya dan kerja keras beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas ‘aqidah yang benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini –yang tak lain adalah Ibn ‘Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat namun padat makna.

2. Di antara isi wasiat ini adalah agar menjaga Allah Ta’ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya, hak-hak, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Menjaga hal itu dapat direalisasikan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang diperintahkan dan diizinkan-Nya dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Inilah yang dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (Q.s.,Qaaf:32-33)

3. Di antara hal yang terdapat perintah agar menjaganya secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya, “Jagalah segala shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha.” (Q.s.,al-Baqarah:238), dan thaharah (kesucian) sebagaimana bunyi hadits Rasulullah SAW., “Beristiqamahlah (mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu hanya seorang Mukmin.” (HR.Ibn Majah). Di antaranya juga adalah sumpah sebagaimana firman-Nya, “Dan jagalah sumpahmu.” (Q.s., al-Maa`idah:89)

4. Di antara penjagaan yang diberikan oleh Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya, anaknya dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Q.s., ar-Ra’d:11). Ibn ‘Abbas RA., berkata, “Mereka itu adalah para malaikat yang menjaganya atas perintahAllah. Dan bila takdir telah tiba, mereka pun meninggalkannya.” (Dikeluarkan oleh ‘Abduurrazzaq, al-Firyaaby, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim sebagai yang disebutkan di dalam kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614). Allah juga menjaganya di masa kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.

b. Allah juga menjaganya di dalam agama dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari syubhat-syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.

c. Allah juga menjaganya di dalam kubur dan setelah alam kubur dari kengerian dan derita-deritanya dengan menaunginya pada hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya

5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap hamba-Nya adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia selalu berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah berfirman ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS., “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.” (Q.s., Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah SAW., bersabda, “Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya adalah Allah? Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (HR.Bukhari, Muslim dan at-Turmudzy)

6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah Ta’ala, ta’at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua kondisinya sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah akan mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat kepada-Nya

7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan kondisi kuat, fit, muda, sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang demikian ini hanyalah kerugian, kesia-siaan dan celaka

8. Seorang harus selalu antusias untuk memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kepada-Nya dalam semua kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah dia tidak memohon kepada selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah seperti meminta kepada para wali yang shalih, orang mati dan sebagainya. Allah berfirman, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu pula kami meminta tolong.” (Q.s., al-Fatihah:5)

9. Sesungguhny apa-apa yang menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya atau yang menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan tidaklah menimpa seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan atasnya di dalam kitab catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk melakukannya (mencelakan dirinya atau memberikan manfa’at kepadanya). Allah berfirman, “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.” (Q.s.,at-Taubah:51)

10. Bila seorang hamba telah mengetahui bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan, keburukan, hal yang bermanfa’at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang dilakukan semua makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak akan ada gunanya sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya Allah semata Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa’at, Yang Maha Memberi atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang hamba mestilah mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan-Nya dalam berbuat keta’atan dan menjaga Hudud-Nya.

11. Seorang Muslim harus menghadapi takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridlaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala mereka dengan tanpa hisab (perhitungan).” (Q.s., az-Zumar:10). Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW., bersabda, “Sungguh aneh kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya semua kondisinya adalah baik, jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka itu adalah baik baginya. Dan bila ia ditimpa hal yang tidak menguntungkannya (kemudlaratan), ia bersabar; maka itu adalah baik (pula) baginya.” (HR.Muslim)

12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui keputusasaan dan pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu problem atau musibah. Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas hal itu serta bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada kemudahan

(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad ash-Shaghiir, h.104-109)

 

Thursday, September 5, 2019

Menjadi Orang Asing di Dunia

Menjadi Orang Asing di Dunia


Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh
Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 40. Oleh: Abu Fatah Amrulloh
Murojaah: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar
Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: “Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)

Penjelasan
Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi nasihat nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Hadits ini dapat menghidupkan hati karena di dalamnya terdapat peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya.
Ibnu Umar berkata: “Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku”, hal ini menunjukkan perhatian yang besar pada beliau, dan saat itu umur beliau masih 12 tahun. Ibnu Umar berkata: “beliau pernah memegang kedua pundakku”. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau penyeberang jalan”. Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya manusia (Adam –pent) memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya. Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Alloh adalah surga. Sesungguhnya Adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engkau mau merenungkan hal ini, maka engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prinsip bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang disabdakan oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim rohimahulloh ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula. Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam ‘alaihissalam dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak. Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:
Palingkan hatimu pada apa saja yang kau cintai
Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu
Yaitu Alloh jalla wa ‘ala
Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang
Dan selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula
Yaitu surga
Demikianlah, hal ini menjadikan hati senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Alloh jalla wa ‘ala. Yaitu orang yang hati mereka senantiasa bergantung pada Alloh, baik dalam kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan. Hati mereka pun selalu terkait dengan negeri yang penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Mereka mengetahui surga tersebut seakan-akan berada di depan mata mereka. Mereka berada di dunia seperti orang asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang. Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama 1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun,
“Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS Al Ankabut: 14)
Kemudian zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.
Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Kemudian Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”
Yaitu hendaklah Anda senantiasa waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba. Hendaklah Anda senantiasa siap dengan datangnya kematian. Disebutkan dari para ulama salaf dan ulama hadits bahwa jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya.
Jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya. Hal ini dapat terjadi dengan senantiasa mengingat hak Alloh. Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan hak Alloh dan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya, maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika dia berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal. Demikianlah, setiap kegiatan yang dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu. Ini adalah keutamaan orang yang memiliki ilmu, jika mereka bertindak dan berbuat sesuatu maka dia akan senantiasa melandasinya dengan hukum syariat. Jika mereka berbuat dosa dan kesalahan, maka dengan segera mereka akan memohon ampunan. Maka dia akan seperti orang yang tidak berdosa setelah beristigfar. Ini adalah kedudukan mereka. Oleh karena itu Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma mengatakan:
“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)

Sumber: http://muslim.or.id/

Wednesday, September 4, 2019

Sejarah Singkat Imam Hanafi

Sejarah Singkat Imam Hanafi


Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.

Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi
Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.
Perkembangannya
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.
Abu Hanifah itu tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.
Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.
Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.
Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.
Penilaian para ulama terhadap Abu Hanifah
Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:
1. Yahya bin Ma’in berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa yang tidak hafal”. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits”. Dan dia juga berkata, “Abu hanifah laa ba’sa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan berdusta, …”.
2. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”. Dan beliau juga berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”. Dan beliau juga pernah berkata, “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya’ kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.” Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah”. Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah … dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”.
3. Al-Qodhi Abu Yusuf berkata, “Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana dia mendengarnya”. Beliau juga berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah”.
4. Imam Syafii berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah”
5. Fudhail bin Iyadh berkata, “Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal dengan wara’-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang baik, menghindari dari harta penguasa”. Qois bin Rabi’ juga mengatakan hal serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh.
6. Yahya bin Sa’id al-Qothan berkata, “Kami tidak mendustakan Allah swt, tidaklah kami mendengar pendapat yang lebih baik dari pendapat Abu Hanifah, dan sungguh banyak mengambil pendapatnya”.
7. Hafsh bin Ghiyats berkata, “Pendapat Abu Hanifah di dalam masalah fiqih lebih mendalam dari pada syair, dan tidaklah mencelanya melainkan dia itu orang yang jahil tentangnya”.
8. Al-Khuroibi berkata, “Tidaklah orang itu mensela Abu Hanifah melainkan dia itu orang yang pendengki atau orang yang jahil”.
9. Sufyan bin Uyainah berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah karena dia adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (banyak melakukan shalat)”.
Beberapa penilaian negatif yang ditujukan kepada Abu HanifahAbu Hanifah selain dia mendapatkan penilaian yang baik dan pujian dari beberapa ulama, juga mendapatkan penilaian negatif dan celaan yang ditujukan kepada beliau, diantaranya :
1. Imam Muslim bin Hajaj berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit shahibur ro’yi mudhtharib dalam hadits, tidak banyak hadits shahihnya”.
2. Abdul Karim bin Muhammad bin Syu’aib An-Nasai berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit tidak kuat hafalan haditsnya”.
3. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Abu Hanifah orang yang miskin di dalam hadits”.
4. Sebagian ahlul ilmi memberikan tuduhan bahwa Abu Hanifah adalah murji’ah dalam memahi masalah iman. Yaitu penyataan bahwa iman itu keyakinan yang ada dalam hati dan diucapkan dengan lisan, dan mengeluarkan amal dari hakikat iman.
Dan telah dinukil dari Abu Hanifah bahwasanya amal-amal itu tidak termasuk dari hakekat imam, akan tetapi dia termasuk dari sya’air iman, dan yang berpendapat seperti ini adalah Jumhur Asy’ariyyah, Abu Manshur Al-Maturidi … dan menyelisihi pendapat ini adalah Ahlu Hadits … dan telah dinukil pula dari Abu Hanifah bahwa iman itu adalah pembenaran di dalam hati dan penetapan dengan lesan tidak bertambah dan tidak berkurang. Dan yang dimaksudkan dengan “tidak bertambah dan berkurang” adalah jumlah dan ukurannya itu tidak bertingkat-tingkat, dak hal ini tidak menafikan adanya iman itu bertingkat-tingkat dari segi kaifiyyah, seperti ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang jelas dan yang samar, dan yang semisalnya …
Dan dinukil pula oleh para sahabatnya, mereka menyebutkan bahwa Abu Hanifah berkata, ‘Orang yang terjerumus dalam dosa besar maka urusannya diserahkan kepada Allah’, sebagaimana yang termaktub dalam kitab “Fiqhul Akbar” karya Abu Hanifah, “Kami tidak mengatakan bahwa orang yang beriman itu tidak membahayakan dosa-dosanya terhadap keimanannya, dan kami juga tidak mengatakan pelaku dosa besar itu masuk neraka dan kekal di neraka meskipun dia itu orang yang fasiq, … akan tetapi kami mengatakan bahwa barangsiapa beramal kebaikan dengan memenuhi syarat-syaratnya dan tidak melakukan hal-hal yang merusaknya, tidak membatalakannya dengan kekufuran dan murtad sampai dia meninggal maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amalannya, bahklan -insya Allah- akan menerimanya; dan orang yang berbuat kemaksiatan selain syirik dan kekufuran meskipun dia belum bertaubat sampai dia meninggal dalam keadaan beriman, maka di berasa dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki maka akan mengadzabnya dan kalau tidak maka akan mengampuninya.”
5. Sebagian ahlul ilmi yang lainnya memberikan tuduhan kepada Abu Hanifah, bahwa beliau berpendapat Al-Qur’an itu makhluq.
Padahahal telah dinukil dari beliau bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan pengucapan kita dengan Al-Qur’an adalah makhluq. Dan ini merupakan pendapat ahlul haq …,coba lihatlah ke kitab beliau Fiqhul Akbar dan Aqidah Thahawiyah …, dan penisbatan pendapat Al-Qur’an itu dalah makhluq kepada Abu Hanifah merupakan kedustaan”.
Dan di sana masih banyak lagi bentuk-bentuk penilaian negatif dan celaan yang diberikan kepada beliau, hal ini bisa dibaca dalam kitab Tarikh Baghdad juz 13 dan juga kitab al-Jarh wa at-Ta’dil Juz 8 hal 450.
Dan kalian akan mengetahui riwayat-riwayat yang banyak tentang cacian yang ditujukan kepada Abiu Hanifah -dalam Tarikh Baghdad- dan sungguh kami telah meneliti semua riwayat-riwayat tersebut, ternyata riwayat-riwayat tersebut lemah dalam sanadnya dan mudhtharib dalam maknanya. Tidak diragukan lagi bahwa merupakan cela, aib untuk ber-ashabiyyah madzhabiyyah, … dan betapa banyak dari para imam yang agung, alim yang cerdas mereka bersikap inshaf (pertengahan ) secara haqiqi. Dan apabila kalian menghendaki untuk mengetahui kedudukan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan celaan terhadap Abu Hanifah maka bacalah kitab al-Intiqo’ karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, Jami’ul Masanid karya al-Khawaruzumi dan Tadzkiratul Hufazh karya Imam Adz-Dzahabi. Ibnu Abdil Barr berkata, “Banyak dari Ahlul Hadits – yakni yang menukil tentang Abu Hanifah dari al-Khatib (Tarikh baghdad) – melampaui batas dalam mencela Abu Hanifah, maka hal seperti itu sungguh dia menolak banyak pengkhabaran tentang Abu Hanifah dari orang-orang yang adil”
Beberapa nasehat Imam Abu Hanifah
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits. Diantara nasehat-nasehat beliau adalah:
a. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Syafii, “maka terkadang diantara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya”.
b. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku. Dan dalam riawyat lain, sesungguhnya kami adalah manusia biasa, kami berpendapat pada hari ini, dan kami ruju’ (membatalkan) pendapat tersebut pada pagi harinya. Dan dalam riwayat lain, Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.
Syaikh Al-Albani berkata, “Maka apabila demikian perkataan para imam terhadap orang yang tidak mengetahui dalil mereka. maka ketahuilah! Apakah perkataan mereka terhadap orang yang mengetahui dalil yang menyelisihi pendapat mereka, kemudian dia berfatwa dengan pendapat yang menyelisishi dalil tersebut? maka camkanlah kalimat ini! Dan perkataan ini saja cukup untuk memusnahkan taqlid buta, untuk itulah sebaigan orang dari para masyayikh yang diikuti mengingkari penisbahan kepada Abu Hanifah tatkala mereka mengingkari fatwanya dengan berkata “Abu Hanifah tidak tahu dalil”!.
Berkata Asy-sya’roni dalam kitabnya Al-Mizan 1/62 yang ringkasnya sebagai berikut, “Keyakinan kami dan keyakinan setiap orang yang pertengahan (tidak memihak) terhadap Abu Hanifah, bahwa seandainya dia hidup sampai dengan dituliskannya ilmu Syariat, setelah para penghafal hadits mengumpulkan hadits-haditsnya dari seluruh pelosok penjuru dunia maka Abu Hanifah akan mengambil hadits-hadits tersebut dan meninggalkan semua pendapatnya dengan cara qiyas, itupun hanya sedikit dalam madzhabnya sebagaimana hal itu juga sedikit pada madzhab-madzhab lainnya dengan penisbahan kepadanya. Akan tetapi dalil-dalil syari terpisah-pesah pada zamannya dan juga pada zaman tabi’in dan atbaut tabiin masih terpencar-pencar disana-sini. Maka banyak terjadi qiyas pada madzhabnya secara darurat kalaudibanding dengan para ulama lainnya, karena tidak ada nash dalam permasalahan-permasalahan yang diqiyaskan tersebut. berbeda dengan para imam yang lainnya, …”. Kemudian syaikh Al-Albani mengomentari pernyataan tersebut dengan perkataannya, “Maka apabila demikian halnya, hal itu merupakan udzur bagi Abu Hanifah tatkala dia menyelisihi hadits-hadits yang shahih tanpa dia sengaja – dan ini merupakan udzur yang diterima, karena Allah tidak membebani manusia yang tidak dimampuinya -, maka tidak boleh mencela padanya sebagaimana yang dilakukan sebagian orang jahil, bahkan wajib beradab dengannya karena dia merupakan salah satu imam dari imam-imam kaum muslimin yang dengan mereka terjaga agama ini. …”.
c. Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.

Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.
(diambil dari majalah Fatawa)

Daftar Pustaka:
1. Tarikhul Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi cetakan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
2. Siyarul A’lamin Nubala’ karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke - 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut
3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut
5. Kitabul Jarhi wat Ta’dil karya Abu Mumahhan Abdurrahman bin Abi Hatim bin Muhammad Ar-Razi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
6. Shifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Nashirudin Al-Albani cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh

Sumber: http://muslim.or.id/?p=58

Monday, September 2, 2019

Sejarah Singkat Imam Malik

Sejarah Singkat Imam Malik



Dalam sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid (penguasa saat itu), tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits) yang diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam. Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun, ''Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia.''

Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.

Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.

Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.

Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.

Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.

Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.

Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''

Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang mereka tak sukai.

Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai'at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.

Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.

Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.


Dari Al Muwatta' Hingga Madzhab Maliki


Al Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak 'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).

Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.

Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.

Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).

Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.

Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=170

Tuesday, August 27, 2019

Kata Mutiara Habib Umar bin Hafidz

Pic dan video Kata Mutiara Habib Umar bin Hafidz


Kata Mutiara Habib Umar bin Hafidz


Kata Mutiara Habib Umar bin HafidzApabila kita mendoakan orang lain maka akan hadir malaikat yang mendoakan hal yang sama untuk kita.

free download gambar 















Jangan kamu menanggung kebingungan dunia karena itu urusan Allah, janganlah kamu menanggung kebingungan rezeki karena itu dari Allah, jangan kamu menanggung kebingungan masa depan karena itu kekuasaan Allah, yang harus kamu tanggung adalah satu kebingungan yaitu bagaimana Allah ridho kepada mu.
Kata Mutiara Habib Umar bin Hafidz
 Kita takut mati padahal mati lebih baik dari fitnah, kita takut miskin padahal miskin lebih ringan untuk dihisab.
Kata Mutiara Habib Umar bin Hafidz
 Orang yang tinggi akhlaknya walaupun rendah ilmunya, lebih mulia dari orang yang banyak ilmunya tapi kurang akhlaknya.











Monday, August 26, 2019

KH. TUBAGUS MUHAMMAD FALAK BOGOR

KH. TUBAGUS MUHAMMAD FALAK BOGOR
Guru Tarekat Abah Guru Sekumpul Dan Pendiri NU Bogor
 
 
KH. TUBAGUS MUHAMMAD FALAK
KH. TUBAGUS MUHAMMAD FALAK
Diantara guru tarekat KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang lebih dikenal dengan Abah Guru Sekumpul adalah KH. Tubagus Muhammad Falak Bogor. Nama asli beliau adalah Muhammad bin 'Abbas. Gelar Falak didapat dari guru beliau Syekh Affandi Turki karena keahliannya di bidang ilmu Falak (astronomi). Adapun gelar Tubagus adalah gelar kebangsawanan yang nasabnya bersambung ke Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan bila dirunut keatas akan bersambung ke Baginda Rasulullah shalallahu 'alaih wa aalih wa sallam. Karenanya, selagi di Mekkah beliau dikenal dengan Syekh Sayyid Muhammad Falak.

Kyai Falak dilahirkan pada tahun 1842 M di Pandeglang Banten. Ayah beliau seorang kyai kharismatik pengasuh pesantren yang juga aktif berdakwah menyiarkan ilmu agama Islam di Pandeglang.

Selain belajar kepada ayahnya, Kyai Falak kecil juga disuruh sang ayah belajar kepada Syekh Abdul Halim Kadu Peusing Cirebon dan Syekh Sohib Kadu Pinang serta para ulama lainnya.

Usia 15 tahun, tepatnya pada tahun 1857 M Kyai Falak berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan menuntut ilmu di sana. Di Mekkah, Kyai Falak tinggal bersama salah seorang gurunya yaitu Syekh Abdul Karim Banten.

Diantara guru Kyai Falak di Mekkah :
1. Syekh Nawawi bin 'Umar al-Bantani.
2. Syekh Mansur al-Madani.
3. Syekh Sayyid Amin al-Kutbi (ayah Syekh Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi).
4. Syekh Sayyid Abdullah al-Jawawi.
5. Syekh Sayyid Affandi.
6. Syekh Sayyid Ahmad al-Habsyi.
7. Syekh Sayyid Umar Baarom.
8. Syekh Umar Bajuneid.
9. Syekh Abdul Karim al-Bantani.
10. Syekh Ahmad Jaha al-Bantani.
11. Syekh Abu Zahid.
12. Syekh Ali Jabrah Mina.
13. Syekh Abdul Fattah al-Yamani.
14. Syekh Abdur Rauf al-Yamani.
15. Syekh Sayyid Yahya al-Yamani.

Bahkan tidak cukup hanya di Makkah, Kyai Falak juga rihlah ke Baghdad untuk belajar kepada Syaikh Zaini Dahlan yang waktu itu tinggal di Baghdad. Selain itu juga untuk menziarahi makam para awliya di sana, diantaranya Syekh Abdul Qodir al-Jailani.

Setelah 21 tahun tinggal di Makkah, pada tahun 1878 M Kyai Falak pulang ke Indonesia. Rentang waktu 1857 M s/d 1878 M di Mekkah, Kyai Falak bisa dikatakan seangkatan dengan Syekh Kholil Bangkalan atau yang dikenal dengan sebutan Syaikhona Mbah Kholil. Karena Syekh Kholil berangkat ke Mekkah pada tahun 1859 M.

Di Indonesia beliau kembali meneruskan menuntut ilmu, diantaranya kepada Syekh Salman, Syekh Soleh Bondong dan Syekh Sufyan.

Pada tahun 1892 M Kyai Falak kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan kembali memperdalam ilmu di sana hingga menjelang awaI abad ke-20. Masa ini beliau mengalami kebersamaan dalam kurun waktu yang sama dengan Hadhratusysyaikh Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama.

Selama berada di Mekkah dan Madinah pada periode pertama dan kedua, beliau sangat dikenal oleh para ulama baik seangkatan maupun angkatan yang lebih muda khususnya yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara yang sedang menuntut dan memperdalam ilmu di sana.

Kemudian pada awal abad 20 setelah kepulangannya dari Timur Tengah, Kyai Falak memulai aktivitas pendirian pesantren setelah melalui masa perintisan yang cukup panjang baik setelah melalui aktivitas dakwah dan syiar Islam sejak dari Pandeglang hingga ke pelosok-pelosok di daerah Bogor dan sekitarnya maupun setelah merintis pengajian di daerah Pagentongan.

Pada masa sebelum dan masa revolusi fisik 1945-1949 M, Kyai Falak tercatat sebagai salah searang ulama besar Indonesia yang menjadi tokoh spiritual dalam bidang kerohanian di laskar Hizbullah yang pelatihannya berpusat di daerah Cibarusa dan pemimpin spiritual di Bogor.

Pada tahun 1953 M, Kyai Falak mendirikan Nahdlatul Ulama di Bogor dan pada saat pembentukan dihadiri langsung oleh KH. Wahid Hasyim. Berkhidmat di organisasi NU diwarisi oleh seorang cucunya yakni KH. Soleh Tohor Falak pernah menjadi salah Ketua Tanfidziyah NU Bogor.

Selama hidupnya Kyai Falak memiliki hubungan interaksi yang amat luas dan memiliki kedekatan dengan ulama-ulama besar di dalam dan luar Nusantara.

Sebagai ulama yang selain ahli dalam ilmu syariat juga mumpuni dalam ilmu tarekat bahkan diangkat sebagai seorang mursyid tarekat oleh gurunya yang bernama Syekh Abdul Karim, beliau sering dikunjungi para ulama Nusantara. Sebagian ulama yang pernah berkunjung kepada beliau di Pagentongan antara lain: Syekh Abdul Halim Palembang, Syekh Abdul Manan Palembang, Syekh Abdul Qodir Mandailing, Syeikh Ahmad Ambon, Syekh Daud Malaysia, Tuan Guru Zainuddin Lombok, Habib Soleh Tanggul Jawa Timur, Habib Umar Alatas, Habib Idrus Pekalongan, Habib Ali Al-Habsy Kwitang, Habib Abu Bakar Kwitang dan para habaib dan kiai dari berbagai daerah lainnya di Nusantara. Termasuk diantaranya Abah Guru Sekumpul yang dibawa Guru Bangil (KH. Muhammad Syarwani Abdan) untuk mengambil tarekat kepada Kyai Falak.

KH. Tubagus Muhammad Falak termasuk "mu'ammar" atau ulama yang panjang umur. Beliau wafat pada waktu subuh pukul 04.15 hari Rabu tanggal 19 Juli 1972 M atau tanggal 8 Djumadil Akhir 1392 H di usia yang ke 130 tahun di Pagentongan, Bogor. 

Semoga dengan membaca riwayat orang shalih seperti beliau kita mendapat rahmat, taufiq, hidayah dan maghfirah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala serta dicatat sebagai seorang yang mencintai wali-waliNya. 
Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin.

*****

 

Saturday, August 24, 2019

Dzikir penenang hati

 Dzikir penenang hati

 Dzikir penenang hati
 Dzikir penenang hati

Astaghfirullah Rabbal Barroya
(Ampunilah Hamba Ya Allah Maha Penerima Taubat)
Astaghfirullah Minal khotoya.
(Ampunilah Hamba Ya Allah Daripada Segala Dosa) 
...4X







 Dzikir penenang hati
 Dzikir penenang hati
Rabbi zidni 'ilman naa fi'a
(Tambahkan kepadaku ilmu yang berguna) Wa wa fiqni 'amalam maqbula
(Dan berikanlah aku amalan yang dimakbulkan)
Wa Wa habli rizqan waasi'a
(Dan kurniakan kepadaku rezeki yang meluas) 
Wa tub 'alaia taubatan nasuha 2X
(Dan perkenankan taubatku dengan taubat nasuha) 

Manfaat Istighfar
Membaca istighfar itu banyak manfaatnya. Nabi SAW  juga setiap hari selalu membaca istighfar tujuh puluh kali, bahkan sampai seratus kali. Nabi Muhammad SAW Bersabda, ”Barangsiapa yang membaca istighfar dengan tekun, Allah akan memberinya jalan keluar dari segala kesusahan dan kesempitan hidupnya, dan Allah pasti memberinya rezeki secara tidak terduga-duga” 
 (HR Abu Daud).
Dosa bisa menjadi penghalang berdatangannya rezeki. Rasulullah bersabda, “Seseorang diharamkan dari rezeki karena dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah, Hadits Hasan). 
Selain itu, dosa mendatangkan bencana. Seorang ulama gara-gara berkata kepada seseorang, ”Hai orang yang tidak punya uang”, empat puluh tahun kemudian dirinya terlilit utang.
Hidup kita tidak akan terlepas dari salah dan dosa. Karenanya, bacalah istighfar dan bertaubatlah. Yakinlah bahwa, “Allah senantiasa menerima tobat hamba-Nya selama nyawa belum sampai pada ujung tenggorokannya” (HR Tirmidzi, hadits hasan).
 

Kisah Karomah Guru Sekumpul

Kisah Karomah Guru Sekumpul
abah guru sekumpul
Abah Guru Sekumpul


Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd. Ghani bin Al 'arif Billah Abd. Ghani bin H. Abd. Manaf bin Muh. Seman bin H. M, Sa'ad bin H. Abdullah bin 'Alimul 'allamah Mufti H. M. Khalid bin 'Alimul 'allamah Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad; dilahirkan pada, malam Rabu 27 Muharram, 1361 H (I I Februari 1942 M).

Nama kecilnya adalah Qusyairi, sejak kecil beliau termasuk dari salah seorang yang "mahfuzh", yaitu suatu keadaan yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih oleh Allah SWT.

Beliau adalah salah seorang anak yang mempunyai sifat sifat dan pembawaan yang lain daripada yang lainnya, diantaranya adalah bahwa beliau tidak pernah ihtilam.

'Alimul 'allamah Al Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd Ghani sejak kecil selalu berada disamping kedua orang tua dan nenek beliau yang benama Salbiyah. Beliau dididik dengan penuh kasih sayang dan disiplin dalam pendidikan, sehingga dimasa kanak kanak beliau sudah mulai ditanamkan pendidikan Tauhid dan Akhlaq oleh ayah dan nenek beliau. Beliau belajar membaca AI Quran dengan nenek beliau, dengan demikian guru pertama dalam bidang ilmu Tauhid dan Akhlaq adalah ayah dan nenek beliau sendiri.

free download ebook

Meskipun kehidupan kedua orang tua beliau dalam keadaan ekonomi sangat lemah, namun mereka selalu memperhatikan untuk turut membantu dan meringankan beban guru yang mengajar anak mereka membaca Al Quran, sehingga setiap malamnya beliau selalu membawa bekal botol kecil yang berisi minyak tanah untuk diberikan kepada Guru yang mengajar AI Quran.
Dalam usia kurang lebih 7 tahun beliau sudah mulai belajar di madrasah Darussalam Martapura.

Guru guru'Alimul'allamah Al 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani :


1. Ditingkat Ibtida adalah: Guru Abd Mu'az, Guru Sulaiman, Guru Muh. Zein, Guru H. Abd. Hamid Husin, Guru H. Mahalli, Guru H. Rafi'I, Guru Syahran, Guru H. Husin Dakhlan, Guru H. Salman Yusuf

2. Ditingkat Tsanawiyah adalah: 'Alimul Fadhil H. Sya'rani'Arif, 'Alimul Fadhil H, Husin Qadri, 'Alimul Fadhil H. Salilm Ma'ruf, 'Alimul Fadhil H. Seman Mulya, 'Alimul Fadhil H. Salman Jalil.

3. Guru dibidang Tajwid ialah: 'Alimul Fadhil H. Sya'rani 'Arif, 'Alimul Fadhil At Hafizh H. Nashrun Thahir, 'Al-Alim H. Aini Kandangan.

4. Guru Khusus adalah: 'Alimul'allamah H. Muhammad Syarwani Abdan, 'Alimul'allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby.




Sanad sanad dalam berbagai bidang ilmu dan Thariqat diterima dari:
Kyai Falak (Bogor), 'Alimul'allamah Asy Syekh Muh Yasin Padang (Mekkah). 'Alimul'allamah As Syekh Hasan Masysyath, 'Alimul'allamah Asy Syekh Isma'il Yamani dan 'Alimul'allamah Asy Syekh Abd. Qadir Al Baar.


5. Guru pertama secara Ruhani ialah: 'Alimul 'allamah Ali Junaidi (Berau) bin 'Alimul Fadhil Qadhi H. Muhammad Amin bin 'Alimul 'allamah Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad, dan 'Alimul 'allamah H. Muhammad Syarwani Abdan.

Kemudian 'Alimullailamah H. Muhammad Syarwani Abdan menyerahkan kepada Kiayi Falak dan seterusnya Kiayi Falak menyerahkan kepada 'Alimul'allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby, kemudian beliau menyerahkan kepada Syekh Muhammad Arsyad yang selanjutnya langsung dipimpin oleh Rasulullah saw.

Atas petunjuk 'Alimul'allamah Ali Junaidi, beliau dianjurkan untuk belajar kepada 'Alimul Fadhil H. Muhammad (Gadung) bin 'Alimul Fadhil H. Salman Farlisi bin 'Allimul'allamah Qadhi H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad, mengenal masalah Nur Muhammad; maka dengan demikian diantara guru beliau tentang Nur Muhammad antara lain adalah 'Alimul Fadhil H. M. Muhammad tersebut diatas.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa apa yang ada didalam atau yang terdinding.

Dan dalam usia itu pula beliau didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat beliau langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan diapun minta agar supaya ditobatkan.

Mendengar hal yang demikian beliau lalu masuk serta memberitahukan masalah orang tersebut kepada ayah dan keluarga, di dalam rumah, sepeninggal beliau masuk kedalam ternyata tamu tersebut tertidur.


Setelah dia terjaga dari tidurnya maka diapun lalu diberi makan dan sementara tamu itu makan, beliau menemui ayah beliau dan menerangkan maksud dan tujuan kedatangan tamu tersebut. Maka kata ayah beliau tanyakan kepadanya apa saja ilmu yang dikajinya. Setelah selesai makan lalu beliau menanyakan kepada tamu tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh ayah beliau dan jawabannva langsung beliau sampaikan kepada ayah beliau. Kemudian kata ayah beliau tanyakan apa lagi, maka jawabannyapun disampaikan beliau pula. Dan kata ayah beliau apa lagi, maka setelah berulamg kali di tanyakan apa lagi ilmu yang ia miiki maka pada akhirnya ketika beliau hendak menyampaikan kepada tamu tersebut, maka tamu tersebut tatkala melihat beliau mendekat kepadanya langsung gemetar badannya dan menangis seraya minta tolong ditobatkan dengan harapan Tuhan mengampuni dosa dosanya.

Pernah rumput rumputan memberi salam kepada beliau dan menyebutkan manfaatnya untuk pengobatan dan segalanya, begitu pula batu-batuan dan besi. Namun kesemuanya itu tidaklah beliau perhatikan dan hal hal yang demikian itu beliau anggap hanya merupakan ujian dan cobaan semata dari Allah SWT.
Dalam usia 14 tahun, atau tepatnya masih duduk di Kelas Satu Tsanawiyah, beliau telah dibukakan oleh Allah swt atau futuh, tatkala membaca Tafsir: Wakanallahu syamiiul bashiir.

'Alimul'allamah Al-'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, yang sejak kecilnya hidup ditengah keluarga yang shalih, maka sifat sifat sabar, ridha, kitmanul mashaib, kasih sayang, pemurah dan tidak pemarah sudah tertanam dan tumbuh subur dijiwa beliau; sehingga apapun yang terjadi terhadap diri beliau tidak pernah mengeluh dan mengadu kepada orang tua, sekalipun beliau pernah dipukuli oleh orang-orang yang hasud dan dengki kepadanya.

Beliau adalah seorang yang sangat mencintai para ulama dan orang orang yang shalih, hal ini tampak ketika beliau masih kecil, beliau selalu menunggu tempat tempat yang biasanya 'Alimul Fadhil H. Zainal Ilmi lewati pada hari-hari tertentu ketika hendak pergi ke Banjarmasin semata mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan tuan Guru H. Zainal Ilmi.


Dimasa remaja 'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy-Syekh H. M Zaini Abd Ghani pernah bertemu dengan Saiyidina Hasan dan Saiyidina Husin yang keduanva masing-masing membawakan pakaian dan memasangkan kepada beliau lengkap dengan sorban dari lainnya. Dan beliau ketika itu diberi nama oleh keduanya dengan nama Zainal 'Abidin.

Setelah dewasa. maka tampaklah kebesaran dan keutamaan beliau dalam berbagai hal dan banyak pula orang yang belajar. Para Habaib yang tua tua, para ulama dan guru-guru yang pernah mengajari beliau, karena mereka mengetahui keadaan beliau yang sebenarnya dan sangat sayang serta hormat kepada beliau.

'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani adalah seorang ulama yang menghimpun antara wasiat, thariqat dari haqiqat, dan beliau seorang yang Hafazh AI Quran beserta hafazh Tafsirnya, yaitu Tafsir Al Quran Al 'Azhim Lil-Imamain Al Jalalain. Beliau seorang ulama yang masih termasuk keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menghidupkan kembali ilmu dan amalan-amalan serta Thariqat yang diamalkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Karena itu majelis pengajian beliau, baik majelis tali'm maupun majelis 'amaliyahnya adalah seperti majelis Syekh Abd. Kadir al-Jilani.

Sifat lemah lembut, kasih sayang, ramah tamah, sabar dan pemurah sangatlah tampak pada diri beliau, sehingga beliau dikasihi dan disayangi oleh segenap lapisan masyarakat, sababat dan anak murid.


Kalau ada orang yang tidak senang melihat akan keadaan beliau dan menyerang dengan berbagai kritikan dan hasutan maka beliaupun tidak peniah membalasnya. Beliau hanya diam dan tidak ada reaksi apapun, karena beliau anggap mereka itu belum mengerti, bahkan tidak mengetahuu serta tidak mau bertanya.


Tamu tamu yang datang kerumah beliau, pada umumnya selalu beliau berikan jamuan makan, apalagi pada hari-hari pengajian, seluruh murid murid yang mengikuti pengajian yang tidak kurang dari 3000 an, kesemuanya diberikan jamuan makan. Sedangkan pada hari hari lainnya diberikan jamuan minuman dan roti.

Beliau adalah orang yang mempunyai prinsip dalam berjihad yang benar benar mencerminkan apa apa yang terkandung dalam Al Quran, misalnya beliau akan menghadiri suatu majelis yang sifatnya da'wah Islamivah, atau membesarkan dan memuliakan syi'ar agama Islam. Sebelum beliau pergi ketempat tersebut lebih dulu beliau turut menyumbangkan harta beliau untuk pelaksanaannya, kemudian baru beliau dating. Jadi benar benar beliau berjihad dengan harta lebih dahulu, kemudian dengan anggota badan. Dengan demikian beliau benar benar meamalkan kandungan Al Quran yang berbunyi: Wajaahiduu bi'amwaaliku waanfusikum fii syabilillah.


'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy-Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, adalah satu satunya Ulama di Kalimantan, bahkan di Indonesia yang mendapat izin untuk mengijazahkan (baiat) Thariqat Sammaniyah, karena itu banyaklah yang datang kepada beliau untuk mengambil bai'at thariqat tersebut, bukan saja dari Kalimantan, bahkan dari pulau Jawa dan daerah lainnya.


'Alimul'allamah Al 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani dalam mengajar dan membimbing umat baik laki-laki maupun perempuan tidak mengenal lelah dan sakit. Meskipun dalam keadaan kurang sehat beliau masih tetap mengajar.

Dalam membina kesehatan para peserta pengajian dalam waktu waktu tertentu beliau datangkan doktcr dokter spesialis untuk memberiikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai. Seperti dokter spesialls jantung, paru paru, THT, mata, ginjal, penyakit dalam, serta dokter ahli penyakit menular dan lainnya. Dengan demikian beliau sangatlah memperhatikan kesehatan para peserta pengajian dari kesehatan lingkungan tempat pengajian.

Karomah- Karomahnya
Ketika beliau masih tinggal di Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau duduk-duduk dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah.


Tiba tiba beliau bercerita tentang buah rambutan, pada waktu itu masih belum musimnya; dengan tidak disadari dan diketaui oleh yang hadir beliau mengacungkan tangannya kebelakang dan ternyata ditangan beliau terdapat sebuah buah rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir melihat kejadian akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.

Ketika beliau sedang menghadiri selamatan dan disuguh jamuan oleh shahibulbait maka tampak ketika, itu makanan, tersebut hampir habis beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima kembali oleh yang melayani beliau, ternyata, makanan yang tampak habis itu masih banyak bersisa dan seakan akan tidak dimakan oleh beliau
Pada suatu musim kemarau yang panjang, dimana hujan sudah lama tidak turun sehingga sumur sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika itu dan mengharap agar hujan bisa secara turun.


Melihat hal yang demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang masih berada didekat rumah beliau itu, maka beliau goyang goyangkan lah pohon pisang tersebut dan ternyata tidak lama kemudian, hujanpun turun dengan derasnya.

Ketika pelaksanaan Haul Syekh Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam pagar Martapuram, kebetulan pada masa itu sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh 'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy Syeikh H. M. Zaini Abd. Ghani menuju ketempat pelaksanaan haul tersebut, hal ini sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut, dan tidak disangka sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau yang masih digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya jalanan itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.


Banyak orang orang yang menderita sakit seperti sakit ginjal, usus yang membusuk, anak yang tertelan peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal dalam kandungan ibunya, sernuanya ini menurut keterangan dokter harus dioperasi. Namun keluarga mereka pergi minta do'a dan pertolongan. 'Allimul'allamah 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat tertolong dan sembuh tanpa dioperasi.


Demlklanlah diantara karamah dan kekuasaan Tuhan yang ditunjukkan kepada diri seorang hamba yang dikasihiNya. ***
(Abu Daudi)

Karya tulis beliau adalah :
- Risalah Mubarakah.
- Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
- Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a'zham Muhammad bin Ali Ba-'Alwy.

Wasiat Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
1. Menghormati ulama dan orang tua,
2. Baik sangka terhadap muslimin,
3. Murah hati,
4. Murah harta,
5. Manis muka,
6. Jangan menyakiti orang lain,
7. Mengampunkan kesalahan orang lain,
8. Jangan bermusuh-musuhan,
9. Jangan tamak / serakah,
10. Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran,

Friday, August 23, 2019

Karomah Syeikh Nawawi Albantani

Karomah Syeikh Nawawi Albantani

Karomah Syeikh Nawawi Albantani
Syeikh Nawawi Albantani


1.  Menjadikan Telunjuknya Lampu

Pada suatu waktu beliau pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuk beliau yang dijadikan sebagai lampu, saat itu dalam sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf atau rumah-rumahan, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu agar dapat menerangi jari kanannya yang digunakan untuk menulis itu. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang.


2. Melihat Ka’bah Dengan Telunjuknya

Karomah beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah saw Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi. Masjid Ulama dan Mufti Betawi itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.

Kemudian, beliau kedatangan anak remaja (Syaik Nawawi) yang menyalahkan arah kiblatnya. saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya itu menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojanya itu sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesjidnya itu harus dibetulkan. Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi meletakan tangan kirinya ke bahu Sayyid Utsmân (merangkul) dan tangan kananya menunjuk sesuatu, Syaikh Nawawi berkata:
“ Lihatlah Sayyid!, itulah Ka΄bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka΄bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak kekiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka΄bah”. Ujar Syaikh Nawawi remaja”.

Sayyid Utsmân termangu dan keheranan. Ka΄bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari  remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karamah itu, di manapun beliau berada Ka΄bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. dan berjabat tangan sambil mencium tanganya, ketika Sayyid Utsmân ingin mencium tanganya, ditariklah tanganya (Syaikh Nawawi), Sayyid Utsmân pun kebingungan mengapa beliau tidak mau?, Sayyid Utsmân pun bertanya dan Syaikh Nawawi menjawab: “Karena saya tidak pantas untuk bersalaman sambil dicium begitu oleh mu”. Subhanallah alangkah bagusnya akhlak beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.

3. Mayatnya yang luarbiasa

Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota. Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek, masih harum dan tidak lapuk sedikitpun.

Tentu saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekah dan yang paling aneh kuburan beliau satu-satunya kuburan yang tumbuh rumput bahkan rumput nya hijau dan bagus. Subhanallah.

4. Tidur Di Lidah Ular

Konon pada suatu malam hari dimana beliau melanjutkan perjalananya ke Mekkah, beliau kelelahan dan mencari sebuah gubuk yang tak berpenghuni atau saung. Setelah mencari-cari akhirnya beliau menemukan lampu yang sangat redup dan kecil. Akhirnya beliau tiba disuatu tempat tersebut dan memulai untuk beristirahat. Dibenak beliau bertanya: “Kok dasar saung ini sangat lembut dan empuk ya???”. Saking lelahnya beliah tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut, tidurlah beliau dengan meletakan tongkatnya dengann posisi berdiri.

Pagi pun datang dan beliau terbangun dari tidurnya untuk sholat dan kemudian melanjutkan perjalananya. Setelah kurang lebih 7 langkah dari tempat peristirahatanya itu, beliau menyentuh darah dari ujung tongkatnya tersebut, dengan heran kemudian beliau menoleh kebelakang dan menemui ular raksasa yang sedang beranjak pergi. Tanpa disadari ternyata semalem beliau tidur dilidah seekor ular raksasa dan tongkatnya yang berposisi berdiri tersebut merintangi kedua gigi ular itu.

Beliau pun langsung menyebut kalimat istigfar dan memuji kebesaran Allah SWT dengan mengucapkan kalimat kebesaran-NYA.

 5. Mengeluarkan Buah Rambutan Dari Tanganya

Di Mekkah beliau mndirikan tempat mengajar/sekolah dengan murid yang lumayan banyak. Disuatu hari beliau menerangkan kepada para santri-santrinya:

Syaikh Nawawi: “Sunnah Islam kalau berbuka puasa itu hendaknya memakan yang manis-manis terlebih dahulu, kalau disini terdapat buah kurma, ditempatku ada yang tidak kalah manisnya dengan kurma!!!”

Santri-santri:” Betul syaikh kalo ditempat kami kurma, lalu bagaimana dengan tempat syaikh yg tidak tumbuh buah kurma???”

Syaikh Nawawi: “Sebentar”

Syaikh Nawawi langsung menyembunyikan tanganya ke belakang tubuhnya!!!. Santri-santri pun sangat heran apa yang dilakukan gurunya tersebut dan terdengar ditelinga para santri-santri suara seperti orang yang sedang mengambil buah-buahan dari pohonya.

Kemudian Syaikh Nawawi menyuguhkan buah Rambutan yang persis seperti baru diambil dari pohonya. Santri-santri pun sangat terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh gurunya tersebut.

“Nah ini yang aku makan pertama ketika berbuka puasa di tempatku, silahkan dicicipi”. Kata Syeikh Nawawi sambil membagikanya kepada para santri dikelasnya mengajar.

Para santri pun langsung mencicipi dan sangat menikmati kemanisan buah rambutan yang diberikan gurunya itu.

Sebenarnya karomah beliau masih banyak, berhubung buku nya sudah hilang dan sangat susah untuk mendapatkannya kembali, hanya ini yang saya ketahui dari karomah-karomah beliau.

Diceritakan Oleh KH.Thobary Syadzily

Dulu Syeikh Nawawi al-Bantani (kira-kira masih berusia belasan tahun) pernah sholat di masjid Pekojan Jakarta Kota dekat kediaman Habib Utsman bin Yahya. Ketika usai sholat Syeikh Nawawi menghampiri dan berkata kepada Habib Utsman dengan nada lemah lembut dan penuh hormat (kebetulan Habib Utsman berada di dalam masjid):

Wahai Habib yang saya hormati ! Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Jawab Habib: Ya, ada apa anak muda?
Begini Habib: Masjid ini kurang ngiblat dan kurang nyerong ke sebalah kanan (ke arah Utara).
Kata Habib Utsman: Masid ini sudah saya ukur dengan alat kompas dan berdasarkan ilmu falak (memang Habib Utsman adalah seorang pakar ilmu falak).

Kemudian, Syeikh Nawawi al-Bantani dengan sopannya menunjuk ke arah kiblat dan seketika itu juga ka'bah kelihatan dengan amat jelasnya di hadapan mereka berdua.

Menyaksikan itu, Habib Utsman bin Yahya terperanjat dan kemudian langsung menubruk dan ingin mencium tangan Syeikh Nawawi al-Bantani, namun Syeikh Nawawi menarik dan menolak tangannya untuk dicium tangani oleh Habib Utsman bin Yahya, dan beliau berkata:
Wahai Habib yang mulia ! Saya tidak pantas untuk dicium tangani oleh Habib, Karena, Habib adalah orang mulia dan turunan Rasulullah, sedangkan saya adalah orang kampung biasa.

Mendengar kata-kata Syeikh Nawawi al-Bantani itu, kemudian Habib Utsman bin Yahya langsung merangkul badannya Syeikh Nawawwi dan mereka saling berpelukan sambil menangis dengan bercucuran air mata.

________________

Syeikh Nawawi al-Bantani juga termasuk salah seorang ulama pakar ilmu falak. Banyak kitab-kitab karyanya yang menerangkan tentang ilmu falak. Hanya saja kitab yang masuk ke Indonesia (yang saya tahu) adalah kitab "Sullamul Munajat".

Di dalam kitab "Sullamul Munajat" itu (lihat halaman 23-24, cetakan "Darul Kutub al-Islamiyyah", Kalibata - Jakarta Selatan) Syeikh Nawawi menerangkan tenyang ilmu arah kiblat beserta hukumnya. Hanya saja untuk menghitung arah kiblat wilayah Banten, beliau menggunakan sebagai bujur nol derajatnya adalah "Al-Zajairotul Kholidat", bukan Greewich. Tapi setelah saya hitung dan saya bandingkan dengan perhitungan ilmu falak arah kiblat "Sistem Kontemporer" hasilnya tidak beda jauh alias hampir sama.

Interakasi Seorang Hamba Terhadap Rabb, Dirinya Dan Orang Lain

Interakasi Seorang Hamba Terhadap Rabb, Dirinya Dan Orang Lain   Naskah Hadits عَنْ أَبِي ذَرٍّ قاَلَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى ...